IBRAHIM BIN SYABIB BIN SYAIBAH kala itu bersama para penuntut ilmu lainnya menghadiri sebuah majelis fiqih yang digelar uleh seorang ulama yang mengenaikan pakaian satu rangkap. Di hari Jum’at selanjutnya para penuntut ilmu tidak menemukan kembali majelis tersebut, hingga mereka bertanya mengenai rumah dan kuniyah ulama tersebut. Mereka memperoleh informasi bahwa ulama itu tinggal di Harbiyah dan kuniyahnya adalah Abu Abdillah.
Sesampainya di Al Harbiyah, Ibrahin bin Syabib bertanya kepada anak-anak kecil yang baru saja pulang dari belajar mengaji di kuttab. Mereka menjawab,”Kemungkinan kalian mencari si pemburu? Ya, ini adalah waktunya ia pulang”, jawab anak-anak tersebut.
Akhirnya Ibrahim bin Syabib bertemu dengan ulama tersebut, saat itu ia memikul di pundaknya burung-burang yang telah disembelih dan burung-burung yang masih hidup. Ia tersenyum ketika melihat Ibrahim bin Syabib beserta para sahabatnya. “Ada maksud apa gerangan?” Tanya Abu Abdullah.
“Kami kehilangan majelis Anda, apa sebab Anda ketidak hadiran Anda?”, tanya Ibrahim bin Syabib.
Abu Abdillah pun menjelaskan bahwa pada waktu itu ia menggunakan baju pinjaman dari salah satu tetangganya, dan waktu itu itu sang tetangga memutuskan untuk melakukan perjalanan hingga ia harus mengembalikan baju tersebut. “Aku tidak datang karena tidak ada baju yang aku kenakan”, pungkas Abu Abdillah.
Akhirnya, Abu Abdullah mengajak para tetamunya masuk rumah dan menghidangkan kepada mereka masakan burung dengan garam, roti dan air.
Setelah selesai menerima jamuan dan pergi dari rumah, Ibrahim Bin Syabib merasa prihatin melihat kondisi ulama tersebut. Akhirnya mereka sepakat untuk mengumpulkan uang guna diberikan kepada Abu Abdillah. Saat itu terkumpul uang 5000 dirham. “Kita berikan uang ini kepadanya, agar ia merubah kondisinya”, kata mereka.
Tatkala sedang dalam perjalanan menuju rumah Abu Abdillah, di pasar Al Mirbad, Muhammad bin Sulaiman Amir Bashrah sedang mencari Ibrahim bin Syabib. Akhirnya Ibrahim bin Syabib bercerita mengenai apa yang ia alami dan berkisah mengenai Abu Abdillah dan apa yang hendak ia lakukan.
“Aku lebih dahulu berbuat baik kepada laki-laki itu dibanding kalian”, jawab Muhammad bin Sulaiman. Akhirnya Muhammad bin Sulaiman memerintahkan seorang budak untuk menggotong kasur dan membawa harta dengan jumlah banyak untuk diantarkan kepada Abu Abdillah dengan diantar oleh Ibrahim bin Syabib.
Sampai di rumah Abu Abdillah, Ibrahim bin Syaibah terkejut setelah melihat wajah Abu Abdillah berubah, lebih-lebih setelah melihat kasur di atas pundak budak yang ikut serta.
“Ada apa ini? Apa yang terjadi padamu? Apakah engkau menginginkan aku terkena bencana?” Ibrahim pun buru-buru menjelaskan kalau semua itu pemberian amir Bashrah yang terkenal sebagai diktator. Menerima penjelasan itu Abu Abdullah pun semakin marah, dan ia langsung menutup pintu rumahnya.
Ibrahim bin Syaibah pun bingung, bagaimana ia harus menyampaikan hal itu kapada amir Bashrah. Akhirnya ia pun menceritakan apa adanya. “Dia adalah khawarij!”, lantas ia memerintahkan untuk memenggal kepala Abu Abdillah dan membawa kepala itu kepadanya.
“Semoga Allah memberi kebaikan kepada Anda, demi Allah dia bukanlah khawarij”, Jawab Ibrahim bin Syaibah. Dan ia berjanji akan ke rumah Abu Abdillah dan mambawanya kepada amir Bashrah.
Setelah sampai ke rumah Abu Abdillah dan mengetuk pintunya, istri Abu Abdillah keluar dengan beruraian air mata. “Ada apa dengan Anda dan Abu Abdillah?” Ibrahim bin Syaibah bertanya.
Kemudian wanita itu mengizinkan Ibrahim bin Syaibah masuk dan bercerita bahwa Abu Abdillah masuk rumah, lalu ia berwudhu dan berdoa,”Ya Allah ambillah aku sekarang, aku tidak ingin memperoleh bencana dengan harta”. Lalu kemudian sang istri Abu Abdillah berbaring, kemudian didapati bahwa ia sudah tak bernyawa lagi.
Ibrahim bin Syaibah pun memeriksa tubuh Abu Abdillah, dan ia mendapati Abu Abdillah benar-benar wafat. Ibrahim bin Syaibah pun merasa takjub dengan apa yang ia saksikan. Lalu ia pun menceritakap peristiwa itu kepada amir Bashrah. Sang amir pun berkata,”Saya akan pergi, lalu saya akan shalat atasnya”. (Shifat Ash Shafwah, 4/12)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar