Selasa, 31 Maret 2015

Wafat Rasulullah, Diracun?


LAYAKNYA manusia, Rasulullah SAW juga dapat wafat akibat sebuah penyakit atau pun diracun. Nah, masalah wafat ini, ada yang mengatakan bahwa benarlah bahwa Rasulullah itu wafat karena diracun. Benarkah demikian?
Rasulullah SAW pernah bersabda, “Makanan yang beracun di Khaibar sering menimbulkan rasa sakit bagiku. Lambung dan saluran ke jantung terasa pedih teriris-iris.”
Wafatnya Rasulullah bukan akibat sakit dari makanan beracun yang disuguhkan untuk beliau di Khaibar oleh orang-orang Yahudi. Walau pun, memang rasa sakit itu masih terasa hingga beliau wafat.
Kedudukan Rasulullah tidak mungkin lebih rendah dari para sahabat beliau yang telah mati syahid yang tetap hidup dan memperoleh rezeki dari Allah.
Apakah tidak sepatutnya Rasulullah juga mencapai kedudukan itu dengan mati syahid? Allah membiarkan sakit akibat dari racun musuh (kaum Yahudi) sesudah perang Khaibar pada Rasul dan hamba-Nya itu.
Mati syahid bisa akibat melemahnya kesehatan tubuh, terbakar hidup-hidup, atau tenggelam.
Allah ingin menyucikan hamba-Nya yang dicintai itu dengan kematian yang demikian. Banyak orang menganggap kematian demikian akibat murka Allah. Tidak selalu benar. Allah mungkin saja memberikan kematian demikian bagi hamba yang dicintai dan diridhai-Nya

Baca Quran Tanpa Gairah, Bagaimana?

AL-Quran merupakan petunjuk bagi umat Muslim. Membaca bernilai ibadah dan mendapat pahala. Menjadi suatu keharusan bagi umat Muslim untuk senantiasa membaca, memahami dan mengamalkan isi kandungan dari al-Quran. Hanya saja, karena banyak orang yang merasa membaca Quran adalah sebuah tuntutan, dalam membacanya pun penuh dengan kemalasan dan tidak bergairah. Nah, bagaimana tuh?

Jika Anda sedang berada dalam keadaan yang seperti itu, lebih Anda tidak usah membaca al-Quran. Mengapa? Karena mengaji bukanlah sebuah paksaan atau pun beban. Jadi, Anda tak perlu memaksakan diri untuk mengaji dengan keadaan hati yang tidak tenteram.
Alangkah lebih baik, jika Anda mengaji dengan dorongan keinginan hati sendiri, baik itu dengan maksud ibadah maupun maksud ilmiah. Masalah apakah Anda memahaminya merupakan masalah kedua setelah masalah kelurusan niat.
Al-Quran itu membawa ketenteraman. Jika hati sedang tidak karuan harusnya kita merasa tenang dan tenteram ketika membaca al-Quran. Namun, jika dalam pikiran kita membaca Quran itu adalah sebuat tuntutan, lebih baik tidak usah membaca. Karena hal itu hanya akan membawa pada kerugian bagi diri Anda sendiri.

Fatwa DR. Qaradhawi: April Mop, Hukumnya Haram


DR. Yusuf Al-Qaradhawi mengeluarkan fatwa yang berisi larangan melakukan aktifitas yang disebut April Mop. Ketua Asosiasi Ulama Islam Internasional itu menegaskan bahwa melakukan April Mop berarti melakukan kebohongan yang nyata, yang dilarang dalam syariat Islam.
Dalam fatwa terbarunya, beberapa jam sebelum memasuki bulan April, DR. Qaradhawi berbicara dalam diskusi Islamonline, “April Mop atau kedustaan April, adalah haram. Karena ini jelas-jelas bohong dan dusta, dengan menginformasikan sesuatu yang menakutkan dan menggelisahkan orang. Rasulullah saw mengatakan, “Tidak boleh seorang Muslim membuat takut saudaranya sesama Muslim, walaupun untuk bercanda dan bergurau.”
Alasan pengharaman April Mop diuraikan Qaradhawi karena empat hal:
Pertama, karena itu adalah dusta. Dusta bukan bagian dari akhlak seorang beriman, tapi akhlak kaum munafiqin. Rasulullah saw bersabda, “Tanda orang munafik itu ada tiga, bila berbicara dia berdusta, bila berjanji dia ingkar, dan bila diberi amanah dia berkhianat.” Dalam hadits lain disebutkan, “Ada empat perkara bila semuanya berkumpul pada diri seseorang, maka dia adalah orang munafik murni. … salah satunya adalah dusta.”
Kedua, karena kedustaan akhlak yang bertolak belakang dengan keimanan. Rasulullah saw pernah ditanya apakah seorang mukmin bisa menjadi seorang pengecut? Rasulullah saw menjawab, ”ya.” Orang itu bertanya lagi, “Apakah ia bisa menjadi orang yang pelit?” Rasulullah saw menjawab, “ya.” Orang itu bertanya lagi, “Apakah ia bisa menjadi orang pendusta?” Rasulullah saw menjawab, “tidak.”
Ketiga, dusta adalah pengkhianatan terhadap sahabat dan teman. Rasulullah saw bersabda, “Sebesar-besarnya pengkhianatan, sebesar-besarnya pengkhianatan, adalah jika engkau berbicara pada saudaramu dengan perkataan yang dia anggap engkau jujur, sedangkan engkau berdusta kepadanya.”
Keempat, April Mop termasuk taqlid a’ma (mengikuti secara membabi buta), terhadap kebiasaan non Muslim. Kita sebagai umat yang dijadikan Allah swt sebagai umat pertengahan, dan menjadi saksi atas manusia tidak boleh mengikuti kebiasaan orang-orang non-Muslim melakukan kedustaan, kebohongan, keburukan. Kita tidak boleh mencampur antara yang baik dengan yang tidak baik.”
Selanjutnya, Syaikh Al-Qaradhawi juga menguarikan sejumlah kedustaan yang diharamkan, misalnya kedustaan yang bersifat massal, seperti melakukan kompetisi yang menyimpang dalam publikasi dan iklan. Meskipun ada pula kedustaan yang dibolehkan seperti untuk tujuan mendamaikan suami isteri.

April Mop: Hari Dimana Umat Islam Dibantai


Bulan April menjelang. Ada suatu kebiasaan jahiliah yang patut kita waspadai bersama sebagai seorang Muslim; 1 April sebagai hari April Mop. April Mop sendiri adalah hari di mana orang-orang diperbolehkan menipu dan berbohong kepada orang lain. Tapi tahukah Anda apakah April Mop itu sebenarnya?
Sejarah April Mop
Sebenarnya, April Mop adalah sebuah perayaan hari kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara salib yang dilakukan lewat cara-cara penipuan. Sebab itulah, mereka merayakan April Mop dengan cara melegalkan penipuan dan kebohongan walau dibungkus dengan dalih sekadar hiburan atau keisengan belaka.
Biasanya orang akan menjawab bahwa April Mop—yang hanya berlaku pada tanggal 1 April—adalah hari di mana kita boleh dan sah-sah saja menipu teman, orangtua, saudara, atau lainnya, dan sang target tidak boleh marah atau emosi ketika sadar bahwa dirinya telah menjadi sasaran April Mop. Biasanya sang target, jika sudah sadar kena April Mop, maka dirinya juga akan tertawa atau minimal mengumpat sebal, tentu saja bukan marah sungguhan.
Walaupun belum sepopuler perayaan tahun baru atau Valentine’s Day, budaya April Mop dalam dua dekade terakhir memperlihatkan kecenderungan yang makin akrab di masyarakat perkotaan kita. Terutama di kalangan anak muda. Bukan mustahil pula, ke depan juga akan meluas ke masyarakat yang tinggal di pedesaan. Ironisnya, masyarakat dengan mudah meniru kebudayaan Barat ini tanpa mengkritisinya terlebih dahulu, apakah budaya itu baik atau tidak, bermanfaat atau sebaliknya.
Perayaan April Mop berawal dari suatu tragedi besar yang sangat menyedihkan dan memilukan? April Mop, atau The April’s Fool Day, berawal dari satu episode sejarah Muslim Spanyol di tahun 1487 M, atau bertepatan dengan 892 H.
Sejak dibebaskan Islam pada abad ke-8 M oleh Panglima Thariq bin Ziyad, Spanyol berangsur-angsur tumbuh menjadi satu negeri yang makmur. Pasukan Islam tidak saja berhenti di Spanyol, namun terus melakukan pembebasan di negeri-negeri sekitar menuju Perancis. Perancis Selatan dengan mudah dibebaskan. Kota Carcassone, Nimes, Bordeaux, Lyon, Poitou, Tours, dan sebagainya jatuh. Walaupun sangat kuat, pasukan Islam masih memberikan toleransi kepada suku Goth dan Navaro di daerah sebelah barat yang berupa pegunungan. Islam telah menerangi Spanyol.
Karena sikap para penguasa Islam yang begitu baik dan rendah hati, banyak orang-orang Spanyol yang kemudian dengan tulus dan ikhlas memeluk Islam. Muslim Spanyol bukan saja beragama Islam, namun sungguh-sungguh mempraktikkan kehidupan secara Islami. Tidak saja membaca Al-Qur’an, namun bertingkah-laku berdasarkan Al-Qur’an. Mereka selalu berkata tidak untuk musik, bir, pergaulan bebas, dan segala hal yang dilarang Islam. Keadaan tenteram seperti itu berlangsung hampir enam abad lamanya.
Selama itu pula kaum kafir yang masih ada di sekeliling Spanyol tanpa kenal lelah terus berupaya membersihkan Islam dari Spanyol, namun selalu gagal. Maka dikirimlah sejumlah mata-mata untuk mempelajari kelemahan umat Islam Spanyol.
Akhirnya mereka menemukan cara untuk menaklukkan Islam, yakni dengan pertama-tama melemahkan iman mereka melalui jalan serangan pemikiran dan budaya. Maka mulailah secara diam-diam mereka mengirimkan alkohol dan rokok secara gratis ke dalam wilayah Spanyol. Musik diperdengarkan untuk membujuk kaum mudanya agar lebih suka bernyanyi dan menari daripada membaca Al Qur’an. Mereka juga mengirimkan sejumlah ulama palsu untuk meniup-niupkan perpecahan ke dalam tubuh umat Islam Spanyol. Lama-kelamaan upaya ini membuahkan hasil.
Akhirnya Spanyol jatuh dan bisa dikuasai pasukan salib. Penyerangan oleh pasukan salib benar-benar dilakukan dengan kejam tanpa mengenal peri kemanusiaan. Tidak hanya pasukan Islam yang dibantai, tetapi juga penduduk sipil, wanita, anak-anak kecil, orang-orang tua. Satu-persatu daerah di Spanyol jatuh.
Granada adalah daerah terakhir yang ditaklukkan. Penduduk-penduduk Islam di Spanyol (juga disebut orang Moor) terpaksa berlindung di dalam rumah untuk menyelamatkan diri. Tentara-tentara salib terus mengejar mereka. Ketika jalan-jalan sudah sepi, tinggal menyisakan ribuan mayat yang bergelimpangan bermandikan genangan darah, tentara salib mengetahui bahwa banyak muslim Granada yang masih bersembunyi di rumah-rumah. Dengan lantang tentara salib itu meneriakkan pengumuman, bahwa para Muslim Granada bisa keluar dari rumah dengan aman dan diperbolehkan berlayar keluar Spanyol dengan membawa barang-barang keperluan mereka.
Orang-orang Islam masih curiga dengan tawaran ini. Namun beberapa dari orang Muslim diperbolehkan melihat sendiri kapal-kapal penumpang yang sudah dipersiapkan di pelabuhan. Setelah benar-benar melihat ada kapal yang sudah disediakan, mereka pun segera bersiap untuk meninggalkan Granada dan berlayar meninggalkan Spanyol.
Keesokan harinya, ribuan penduduk muslim Granada keluar dari rumah-rumah mereka dengan membawa seluruh barang-barang keperluan, beriringan berjalan menuju ke pelabuhan. Beberapa orang Islam yang tidak mempercayai pasukan salib, memilih bertahan dan terus bersembunyi di rumah-rumah mereka. Setelah ribuan umat Islam Spanyol berkumpul di pelabuhan, dengan cepat tentara salib menggeledah rumah-rumah yang telah ditinggalkan penghuninya. Lidah api terlihat menjilat-jilat angkasa ketika mereka membakari rumah-rumah tersebut bersama dengan orang-orang Islam yang masih bertahan di dalamnya.
Sedang ribuan umat Islam yang tertahan di pelabuhan, hanya bisa terpana ketika tentara salib juga membakari kapal-kapal yang dikatakan akan mengangkut mereka keluar dari Spanyol. Kapal-kapal itu dengan cepat tenggelam. Ribuan umat Islam tidak bisa berbuat apa-apa karena sama sekali tidak bersenjata. Mereka juga kebanyakan terdiri dari para perempuan dengan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Sedang para tentara salib telah mengepung mereka dengan pedang terhunus.
Dengan satu teriakan dari pemimpinnya, ribuan tentara salib segera membantai umat Islam Spanyol tanpa rasa belas kasihan. Jerit tangis dan takbir membahana. Seluruh Muslim Spanyol di pelabuhan itu habis dibunuh dengan kejam. Darah menggenang di mana-mana. Laut yang biru telah berubah menjadi merah kehitam-hitaman.
Tragedi ini bertepatan dengan tanggal 1 April. Inilah yang kemudian diperingati oleh dunia kristen setiap tanggal 1 April sebagai April Mop (The April’s Fool Day). Pada tanggal 1 April, orang-orang diperbolehkan menipu dan berbohong kepada orang lain. Bagi umat kristiani, April Mop merupakan hari kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara salib lewat cara-cara penipuan. Sebab itulah, mereka merayakan April Mop dengan cara melegalkan penipuan dan kebohongan walau dibungkus dengan dalih sekedar hiburan atau keisengan belaka.
Bagi umat Islam, April Mop tentu merupakan tragedi yang sangat menyedihkan. Hari di mana ribuan saudara-saudaranya se-iman disembelih dan dibantai oleh tentara salib di Granada, Spanyol. Sebab itu, adalah sangat tidak pantas juga ada orang Islam yang ikut-ikutan merayakan tradisi ini. Siapapun orang Islam yang turut merayakan April Mop, maka ia sesungguhnya tengah merayakan ulang tahun pembunuhan massal ribuan saudara-saudaranya di Granada, Spanyol, 5 abad silam.
Jadi, perhatikan sekeliling Anda, anak Anda, atau Anda sendiri, mungkin terkena bungkus jahil April Mop tanpa kita sadari.

Senin, 30 Maret 2015

Fun in Arabic


BELAJAR bahasa Arab itu menyenangkan, meski kadang ada kesulitan yang datang saat mempelajarinya. Saya punya beberapa kisah-kisah lucu atau kata-kata lucu saat mendengar teman-teman berbicara dalam bahasa Arab.
Saat itu, ada teman yang memasak. Sementara teman-teman yang lain menunggu makanan yang dimasak teman itu. Karena lama menunggu, ada seorang teman yang berdiri, lalu bilang “Bati’nya yah!” (maksudnya: lambatnya (masak))
Ini sering diucapkan ketika ada yang diajak makan, tapi yang diajak malu-malu (malu tapi mau), pasti ada saja yang bilang, “La tastahiy tastahiy qithhun!” (maksudnya: jangan malu-malu kucing)
Ada juga teman yang keras kepala (sekeras baja), ketika ditegur tapi nggak mau mendengar, dia acuh, dengan santainya bilang, “uridu-uridu ana!” (maksudnya: mau-mau gue!)
Ketika teman mau berangkat, ada yang bilang, “eh, qolbun qolbun fit thoriq!” (maksudnya: hati-hati di jalan ya!)
Ada teman yang pengucapan “qof” dan “kaf” nya sama, ketika bilang “hatiku menyukainya (wanita itu)”, seharusnya bahasa arabnya, “Qolbiy yuhibbuha” tapi dia bilang “kalbiy yuhibbuha” yang artinya anjingku suka dia.
Kalo ada teman yang asal-asalan atau becanda, semua tertawa dan bilang, “anta maujud maujud faqot” (maksudnya: ada-ada saja ente!)
Waktu selesai main bola, “kholash? Kholash deh!” (sudah? Sudah deh!)
Semoga sedikit merekahkan bibir anda…. Sabda Qudwah kita, “tabassumuka fii wajhi akhiika shadaqah.”

Minggu, 29 Maret 2015

Wanita Yang Tak Pernah Kaya Bila…


Seandainya seorang wanita memiliki harta seluruh dunia, mendapatkan seluruh ijazah di dunia ini, dan meraih seluruh bintang kehormatan, namun  bila ia tidak memiliki suami, maka ia adalah tetap seorang yang miskin…
Aidh Al Qarny

Sabtu, 28 Maret 2015

Munafik Lebih Bahaya daripada Kafir


TELAH kita ketahui bahwasanya orang kafir merupakan musuh terbesar bagi umat Islam. Mereka menginginkan umat Islam ini tiada. Mereka ingin mneguasai dunia, dengan seluruh orang mengikuti aturannya. Namun ternyata, ada yang lebih bahaya daripada orang kafir. Siapakah mereka? Mereka itulah orang munafik.
Orang kafir ingkar kepada Tuhan, sedangkan orang munafik percaya adanya Tuhan. Tapi, mengapa umat Islam sepakat bahwa orang munafik lebih berbahaya terhadap Islam dibanding orang kafir?
Orang kafir akan terang-terangan memusuhi Islam. Mereka tidak lagi sembunyi, dalam melawan ia berhadap-hadapan. Orang munafik, mengaku Islam, tetapi secara diam-diam ia memusuhi. Orang munafik punya dua pedang. Pedang yang satu dipergunakan membela agama, sedang yang satu lagi dipakai untuk menikam umat Islam. Pedang yang pertama pasif, sedang pedang kedua aktif. Dia akan aktif jika punya kesempatan untuk “menggunting dalam lipatan” atau menikam dari belakang.
Allah SWT dalam menghadapi orang beriman cukup memberi dua ayat saja. Menanggulangi permasalahan orang kafir dengan dua ayat saja. Tetapi dalam menghadapi orang munafik disediakan tiga belas ayat di surah al-Baqarah.
Lapangan nifak luas sekali. Di bidang politik, agama, pers, pemikir, pegawai, pengusaha, seniman, olahraga dan di mana-mana tercium bau munafik. Apabila agama dan dakwah digunakan sebagai jembatan untuk memperoleh kedudukan dan mencari harta, disitulah terdapat kemunafikan.

Jumat, 27 Maret 2015

Dosa-dosa Kecil yang Menjadi Dosa Besar


Di mata Allah SWT, beberapa dosa kecil yang dengan gampang dilupakan dan diremehkan manusia, akan menjadi dosa besar.

Hal tersebut terjadi :
  1. Jika dilakukan terus menerus.
Allah berfirman ;
"Dan ( juga ) orang orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah ? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui." ( Ali Imran 135 ).

Dosa besar yang hanya dilakukan sekali lebih bisa diharapkan pengampunannya, dari pada dosa kecil yang dilakukan terus menerus.

2.Jika manusia itu meremehkannya.

Setiap kali seorang manusia menganggap besar sebuah dosa, niscaya akan kecil di sisi Allah, dan setiap kali ia menganggap remeh sebuah dosa niscaya akan menjadi besar disisi Allah SWT.

Dari Abdullah bin Mas'ud ra berkata Rasulullah bersabda : Seorang mukmin memandang dosanya bagaikan gunung yang akan runtuh menimpa dirinya, sedangkan seorang pendosa menganggap dosanya seperti seekor lalat yang hinggap dihidungnya, cukup diusir dengan tangannya.

Bilal bin Sa'ad ra berkata : jangan kamu memandang kecilnya dosa, tapi lihatlah kepada siapa kamu berbuat dosa.

Semoga bermanfaat dan kita termasuk golongan orang orang yang selalu berusaha mensucikan diri dan dosa. - See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2186475/dosa-dosa-kecil-yang-menjadi-dosa-besar#sthash.AHfPJTyX.dpuf

Kamis, 26 Maret 2015

COUNTDOWN RAMADHAN


Siapa Dia, Bayi Muslim Pertama di Madinah?

JIKA kita tengok ke belakang, kita pun akan senantiasa bertanya-tanya mengenai latar belakang sejarah dan asal-usulnya. Inipun yang akan membuka rasa penasaran kita mengenai kota Madinah, Madinah dulu banyak dihuni oleh kaum Yahudi, sehingga mereka itu tidak mau ada kelahiran dari seorang yang beragama Muslim.
Kemudian peristiwa dari, Ismail bin Muhammad bin Al-Fadhl bin Muhammad asy-Sya’rani memberitahukan kepada kami, dari Jadi, dari Ibrahim bin al-Mundzir al-Hazami, dari Abdullah bin Muhammad bin Yahya bin Urwah bin Zubair, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dia berkata, “Ketika Asma binti Abu Bakar ikut hijrah bersama Rasulullah SAW, dia sedang mengandung seorang calon bayi yang bernama Abdullah bin Zubair.
Setelah melahirkan, Asma membawa bayinya ke hadapan Nabi Muhammad SAW, Lalu beliau men-tahniknya dan menyimpannya di atas pangkuan beliau. Kemudian di datangkan sebutir kurma, lalu beliau mengunyahnya , dan mengisapnya. Setelah itu beliau memasukan kunyahan itu pada mulut Abdullah bin Zubair dan mentahniknya, ludah Rasulullah SAW adalah benda pertama yang masuk ke dalam perut Abdullah
Selanjutnya Rasulullah SAW, mengusap dan memberinya nama Abdullah. Ketika usia Abdulullah bin Zubair menginjak tujuh atau delapan tahun, dia dating kepada Rasulullah SAW untuk bebaiat yang merupakan perintah ayahnya yang bernama Zubair, pada saat melihat Abdullah datang. Nabi pun tersenyum lalu membaiatnya.
Dialah bayi Muslim yang dilahirkan di kota Madinah setelah beliau hijrah. Adapun orang-orang yahudi berkata, ‘Saya setelah berusaha agar mereka lahir di kota madinah. Akan tetapi, tidk satupun bayi yang lahir di kota itu.’
Pada saat mendengar Abdullah bin Zubair dilahirkan, sahabat Rasulullah SAW. Bertakbir. Abdullah bin Umar ibnul Khathab ketika mendengar takbir penduduk syam atas wafatnya Abdullah bin Zubair bertakbir, dia berkata, ‘Takbir yang dilakukan pada sahabat atas kelahiran Abdullah bin Zubair itu lebih baik daripada suara takbir atas penduduk Syam yang teah berhasil membunuhnya.
[Sumber: 11 dari 101 Kisah Tawa dan Senyum Nabi Muhammad SAW/Karya: Abu Islam Ahmad/Penerbit: Al-Qalam]

Rabu, 25 Maret 2015

Kain Terkena Darah Haid, Begini Cara Menyikapinya


HAID adalah suatu hal yang lumrah bagi kaum wanita. Sudah menjadi kodratnya untuk mengalami fase peluruhan. Pada masa inilah kaum wanita harus berhati-hati dalam menggunakan pakaian. Terutama kain untuk menutupi darah, sehingga tidak terlihat oleh orang lain.
Biasanya, jika kita tidak berhati-hati, darah haid itu sering bercucuran kemana-mana. Artinya bukan hanya pada bagian yang telah ditempatkan sebenarnya, melainkan pada kain bagian lain yang tampak dari luar. Nah, bagaimana tuh?
Rasulullah SAW pernah ditanya seperti itu, beliau menjawab, “Siram dengan air sambil digosok dan dikerok dengan kuku sampai hilang bekas-bekas darah, lalu dicuci.”
Itulah cara menyikapi, apabila kain yang kita gunakan terkena darah haid. Jadi, jangan birkan kain itu tetap dalam keadaan kotor. Melainkan, kita harus segera membersihkannya. Hal ini dilakukan, agar ketika menjalani ibadah sesuai dengan aturan yang Allah tetapkan, yakni dalam keadaan bersih atau suci. 

Dan Allah pun Menurunkan Burung-burung yang Membawa Batu


RASULULLAH Muhammad bin Abdullah shallallahu alaihi wa sallam dilahirkan di Mekah. Ibunya bernama Aminah binti Wahb. Tanda-tanda keistimewaan Muhammad shallallahu alaihi wa sallam telah nampak ketika masih dalam kandungan.
Ibn Hisyam menceritakan dalam sirahnya, mengutip dari Ibn Ishaq bahwa ketika Aminah mengandung Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ia bermimpi didatangi oleh seseorang dan berkata kepadanya, “Sesungguhnya engkau mengandung pemimpin umat ini………”
Keistimewaan yang lain adalah ketika Aminah mengandung Rasulullah, ia melihat seberkas cahaya keluar dari perutnya dan dengan sinar tersebut ia bisa melihat istana-istana Busra di Syam. Ini merupakan mukjizat sebelum kelahiran Nabi Muhammad, sebagaimana tertulis dalam kitab-kitab sirah.
Tahun kelahiran Rasulullah dinamakan Tahun Gajah. Orang-orang Arab pada masa itu belum mengenal adanya tahun dalam angka-angka sebagaimana yang ada saat sekarang ini. Mereka biasa mengaitkan kelahiran seseorang dengan kejadian tertentu.
Tidak lama sebelum Nabi Muhammad lahir, terjadi suatu peristiwa besar. Raja Yaman bernama Abrahah bergerak menuju Mekah dengan niat menghancurkan Rumah Allah, Ka’bah. Hal ini dikarenakan, Ka’bah telah menjadi tempat suci bagi orang-orang Arab yang sering diziarahi setiap saat sehingga Mekah menjadi ramai.
Abrahah ingin menyaingi Ka’bah di Mekah dengan membangun bangunan yang lebih indah dari Ka’bah dengan niat untuk mengalihkan perhatian orang-orang Arab ke Yaman, bukan ke Mekah. Ia memabangun bangunan dengan arsitektur indah yang disebut Qullais di Sana’a. Bukannya menarik minat orang-orang untuk mengunjunginya, ia malah dihina. Bahkan, ada seorang yang datang ke tempat tersebut dan buang air di sana. Ini tentu saja adalah penghinaan bagi Abrahah.
Abrahah kemudian mengumpulkan bala tentaranya dengan menunggangi gajah menuju Mekah untuk menghancurkan Ka’bah. Ketika mendekati Kota Mekah, Abrahah meminta kepada seorang utusan untuk mendatangi pemuka masyarakat Mekah bahwa kedatangannya ke Mekah bukan untuk berperang, tetapi untuk menghancurkan Ka’bah. Utusan Abrahah menemui Tokoh Mekah, yang tidak lain adalah Abdul Mutthalib, kakek Nabi Muhammad. Ia menyampaikan pesan dari Abrahah.
“….Sesungguhnya ini adalah rumah Allah yang suci dan rumah kekasih-Nya Ibrahim alaihissalam. Jika Allah melindunginya maka itu adalah kehendak-Nya karna ini adalah rumah-Nya dan tanah-Nya yang suci dan jika Ia menghalangi Abarah maka itu adalah kekuasaan-Nya. Demi Allah kita tidak punya kekuasaan apapun.”
Kata-kata ini diucapkan tokoh Quraisy tersebut dengan sangat tenang. Dia yakin bahwa Allah akan melindungi mereka. Abdul Mutthalib adalah tokoh yang disegani, bahkan disebutkan bahwa ketika Abrahah melihatnya, ia merasa segan dan kagum hingga turun dari gajahnya untuk duduk bersama Abdul Mutthalib untuk menyampaikan keinginannya menghancurkan Ka’bah.
Ketika Abrahah hendak memasuki kota Mekah setelah mendengar pernyataan dari Abdul Mutthalib, gajah yang ditungganginya tersungkur tidak dapat berjalan memasuki kota Mekah. Gajah itu terus mengaung. Anehnya ketika dihadapkan ke arah selain kota Mekah, gajah itu mampu berdiri dan berjalan. Akan tetapi ketika kembali di arahkan ke Mekah, ia kembali tersungkur. Beberapa orang telah menyarankan Abrahah dan pasukannya agar kembali ke Yaman dan membatalkan niatnya untuk menghancurkan rumah Allah itu.
Di saat-saat itulah Allah mengirimkan sekawanan burung yang masing-masing membawa tiga buah batu: dua batu di kedua kaki, dan satu di paruh. Batu-batu berukuran kecil tersebut mereka lemparkan ke arah Abrahah dan pasukannya yang mengakibatkan tubuh pasukan gajah tersebut terpotong-potong sedikit demi sedikit, hati keluar dan dada mereka terbelah.
Ini adalah salah satu peristiwa nyata yang senantiasa tercatat dalam sejarah, menunjukkan kekuasaan Allah. Kisah ini juga tercatat dalam al-Qur’an yang menguatkan kebenarannya.
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (QS. Al-Fiil: 1-5)
Pada tahun peristiwa penyerangan gajah inilah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam lahir di hari senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Ada yang mengatakan tanggal 9. Sebagian penulis menetapkan bahwa kelahiran Nabi Muhammad adalah bulan April tahun 571 Masehi. Wallahu a’lam.

Cintai Allah dengan Ilmu


Ketika berniat untuk menulis dan mencari ide, saya membuka buku sekadar untuk pancingan. Betapa banyak hal dalam kehidupan kita, menyediakan jawaban bagi kegelisahan jiwa. Begitu juga dengan buku ini. Ia memang bukan Al Quran tetap isinya memuat banyak ayat-ayat Allah. Lapis-lapis Keberkahan karya Salim A. Fillah terbuka tepat di halaman 63. Padahal saya sudah di bagian akhir membaca buku ini. Rencana Allah saja yang menjadikan buku ini terbuka di halaman yang memang saya butuhkan.
“Sesungguhnya Allah tidak ridha,” demikian Syaikh Mutawalli Asy-Sya’rawi menulis, “jika diibadahi dengan kebodohan. Maka Dia mewajibkan ilmu atas kita; dalam mengenal-Nya, menyembah-Nya, mentaati-Nya, dan melaksanakan aturan-aturan-Nya di segenap kehidupan kita.”
Itulah paragraf yang sengaja saya stabilo hijau sebagai pengingat. Pengingat diri sendiri bukan orang lain. Betapa diri ini ternyata sangat jahil dalam ilmu-ilmu Islam. Boleh jadi gelar kita berjejer untuk ilmu duniawi tapi sejauh mana ilmu Islam telah kita kuasai? Atau mungkin, ilmu Islam telah kita kuasai tapi sejauh mana ia menjadi bagian dalam diri? Menjadi panduan tingkah laku kita, menjadikan kita hamba yang rendah hati, dan ilmu itu bermanfaat bagi diri dan sesama?
Bila sudah begini, rasanya jauh sekali amal di saat ajal setapak demi setapak mengintai. Sudah cukupkah bekal ini dengan amal yang dilandasi oleh ilmu? Bukan sekadar katanya si anu atau memakai ilmu ‘pokok-e’. Dengan ilmu, sudah kenalkah kita dengan Allah, nama yang kita akui sebagai tujuan, cinta dan cita-cita tertinggi kita? Jangan-jangan ternyata apa yang sering kita katakan itu hanya di permukaan semata. Tak ada imbasnya pengakuan cinta pada sikap dan perbuatan karena ia tak cukup merembes ke hati. Naudzubillah.
Mencintai Allah ternyata tak cukup dengan kata, rasa atau pengakuan. Mencintai Allah haruslah dengan ilmu. Tanpa ilmu kita tak tahu mana yang harus didahulukan ketika ada kepentingan yang berbenturan. Ketika orang tua ingin anaknya pacaran agar tak dibilang kuno, kita menurut saja. Karena jahilnya diri menganggap bahwa patuh pada orang tua itu surga tempatnya. Atau mungkin ketika ada suami melarang istrinya berhijab, si istri pun patuh. Dia berdalih bahwa surga perempuan ada di tangan suami.
Kejahilan jenis ini banyak sekali terjadi di sekitar. Atas nama patuh pada pimpinan, suap pun dilakoni. Mark up atau manipulasi, sejenis korupsi level awal ringan saja ditempuh. Padahal sungguh, tak ada ketaatan pada makhluk ketika itu melanggar perintah Allah. Dimana Allah kita letakkan bila ternyata ada ketakutan-ketakutan pada makhluk apalagi untuk perkara haram?
Tak heran bila Islam menempatkan ilmu pada kedudukan istimewa. Bahkan Rasul mulia Muhammad SAW pun menguatkan, “Jika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Dia pahamkan yang bersangkutan dalam agama.” (HR. Bukhari Muslim).
Tulisan ini bukan hendak menggurui tapi pengingat bagi diri. Ah...jangan-jangan cinta yang saya genggam selama ini palsu? Karena nyatanya mengingat namanya yang 99 itu belum mampu. Bukan belum mampu tapi belum mau. Duh...malu rasanya mengaku mencintai tapi nama yang dicinta sendiri pun tak hapal. Belum lagi memahami makna atas nama-nama yang dimilikiNya itu. Lalu cinta model apa selama ini yang sering kita aku-aku itu?
Ternyata mencintai Allah tak cukup dengan semangat saja. Semangat memang perlu karena itu memacu kita untuk mau terus menuntut ilmu. Ilmu bukan untuk gagah-gagahan atau sok-sokan saja tapi ilmu yang menjadikan diri semakin tawadhu di hadapan-Nya. Ilmu untuk semakin mencintai-Nya dengan lebih baik yaitu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Insya Allah

Mengenal Asal Usul Syiah


Syiah menurut etimologi bahasa arab bermakna pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara. Adapun menurut terminologi syariat, syiah bermakna mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Talib lebih utama dari seluruh sahabat dan lebih berhak untuk menjadi khalifah kaum muslimin sepeninggal Rasulullah saw([1]) .
Pada hakikatnya, imamah merupakan worldview (pandangan dan pegangan hidup) bagi Syiah. Dan sebagai kelanjutan dari idiologi ini, maka khalifah-khalifah pertama, kedua, dan ketiga yaitu Abu Bakar, Umar, dan Usman adalah Khalifah yang tidak sah, pengkhianat, perampok-perampok yang berdosa, karena mengambil jawatan dan pangkat khalifah tanpa kebenaran dari Ali. Oleh karena itu syiah selalu mencaci maki para sahabat Rasulullah saw. Sehingga Abu Bakar dan Umar diibaratkan seperti Fir’aun dan Hamman, bahkan mereka mengkafirkan dan melaknat para sahabat dalam berdoa. Di antara doa yang mereka agungkan adalah doa untuk melaknat Abu Bakar dan Umar serta kedua putri mereka Aisyah dan Hafsah. Doa agung tersebut dikenal dengan doa(صَنَمَيْ قُرَيْشٍ) yang artinya dua berhala kaum Quraisy([2]) . Yang   mereka maksudkan dengan dua berhala kaum Quraisy adalah Abu Bakar dan Umar. Dan anehnya mereka mendakwahkan bahwa doa ini adalah doa yang dibaca oleh Ali dalam qunutnya. Akan tetapi tentunya ini adalah sebuah kedustaan dan kebohongan kerana tidak diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ali.
Imam Ali memiliki delapan istri setelah meninggalnya Fatimah al-Zahra, dan memiliki 36 orang anak (18 laki dan 18 Perempuan). Dua anak laki-lakinya yang terkenal Hasan dan Husain lahir dari anak Nabi Muhammad (Fatimah).
Keturunan Ali melalui Fatimah dikenal dengan Syarif atau Sayyid, yang merupakan gelar kehormatan dalam Bahasa Arab, Syarif berarti bangsawan dan Sayyid berarti tuan. Sebagai keturunan langsung dari Muhammad, mereka dihormati oleh Sunni dan Syiah.

Anak laki-lakiAnak perempuan
HasanZainab al-Kubra
HusainZainab al-Sughra
Muhammad bin HanafiahUmmu Kaltum
Abbas al-Akbar (dijuluki Abu Fadl)Ramlah al-Kubra
Abdullah al-AkbarRamlah al-Sughra
Ja’far al-AkbarNafisah
Utsman al-AkbarRuqaiyah al-Sughra
Muhammad al-AshgharRuqaiyah al-Kubra
Abdullah al-AshgharMaimunah
Abdullah (yang dijuluki Abu Ali)Zainab al-Sughra
AunUmmu Hani
YahyaFathimah al-Sughra
Muhammad al-AusathUmamah
Utsman al-AshgharKhadijah al-Sughra
Abbas al-AshgharUmmu al-Hasan
Ja’far al-AshgharUmmu Salamah
Umar al-AshgharHamamah
Umar al-AkbarUmmu Kiram

Dalam lintas sejarah masa khalifah Abu Bakar (11-13 H), begitu juga pada zaman Khalifah Usman (13-23 H) gerakan dan pemahaman Syiah tidak begitu menonjol, karena zaman itu adalah zaman yang paling dekat dengan zaman Rasulullah saw. Orang-orangnya adalah sahabat-sahabat Nabi terdekat yang berilmu dan tidak mudah dipengaruhi oleh pemahaman sesat. para sahabat termuka dan mayoritas umat Islam pada masa itu tidak menerima paham Syiah ini, apalagi paham yang akan menentang Abu Bakar dan Umar. Mereka berpendapat bahwa pengangkatan khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman adalah sah, dan Nabi Muhammad tidak berwasiat tentang siapa yang akan mengganti beliau. Mereka berpendapat bahwa pengangkatan cara mesyuarat pada pertemuan Saqifah bani Sa`idah adalah sesuai dengan tuntunan Islam. Ketika Umar digantikan oleh Usman, (25-35 H), Usman tidak hanya sibuk mengatur pentadbiran negara dan kerajaan, tapi beliau sibuk mengumpulkan ayat-ayat suci, sampai berhasil menjadikan Alquran dalam satu mushaf yang sampai sekarang dinamakan dengan mushaf Usmani. Kemudian pada lima tahun menjelang akhir pemerintahan Usman, paham syiah mulai muncul dan sedikit mendapat pasaran juga. Maka berkobar-kobarlah paham anti Usman dan anti khalifah-khalifah yang dulu. Mereka mengatakan bahwa yang berhak menjadi khalifah sepanjang zaman setelah wafatnya Rasulullah adalah Ali saja. Adapun Abu Bakar, Umar dan Usman mereka ini adalah para perampas kekhalifahan dan tidak sah.
Oleh karena itu dalam menelusuri kemunculan pengikut imam Ali yang dikenal dengan penamaan sebagai kaum Syiah, perlu dilihat dari dua hal, yaitu aspek politik dan aspek aqidah.
Pertama: Politik
Kemunculan syiah dari segi politik bermula selepas wafatnya nabi Muhammad saw, dan puncaknya adalah setelah pembunuhan Utsman bin ‘Affan. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, masa-masa awal kekhalifahan Utsman yaitu pada masa tahun-tahun awal jabatannya, Umat Islam bersatu, tidak ada perselisihan yang tajam. Kemudian pada akhir kekhalifahan Utsman terjadilah berbagai peristiwa yang mengakibatkan timbulnya perpecahan, muncullah kelompok pembuat fitnah dan kezhaliman, mereka membunuh Utsman, sehingga setelah itu umat Islam pun berpecah-belah.
Peristiwa pembunuhan Usman menimbulkan munculnya perseteruan antara Mua’wiyah dan Ali, di mana pihak Mu’awiyah menuduh pihak Ali sebagai otak pembunuhan Usman. Ali diangkat menjadi khalifah keempat oleh masyarakat Islam di Madinah. Pertikaian keduanya juga berlanjut dalam memperebutkan posisi kepemimpinan umat Islam setelah Mu’awiyah menolak diturunkan dari jabatannya sebagai gubernur Syria. Konflik Ali-Muawiyah adalah starting point dari konflik politik besar yang membagi-bagi umat ke dalam kelompok-kelompok aliran pemikiran.
Krisis politik sejak pengangkatan Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah dan disusul kemudian dengan penolakan Muawiyah bin Abu Sufyan terhadap eksistensi kekhalifahan imam Ali, dengan sendirinya telah membangkitkan ketegangan politik yang dari kedua belah pihak yang bertikai sehingga berujung terjadinya perang Siffin. Perang Siffin inilah merupakan puncak krisis politik umat Islam. Dalam sejarah dikatakan sebagai fitnah besar “al-fitnah al-kubra”. Dari fitnah ini juga di kemudian hari terus menerus berkembang dan membesar dalam melukiskan proses dan perjalanan panjang sejarah politik umat Islam dari generasi ke generasi antara Sunni dan Syiah.
Dalam sejarah, sikap Ali yang menerima tawaran arbitrase (perundingan) dari Mu’awiyah dalam perang Siffin tidak disetujui oleh sebagian pengikutnya yang pada akhirnya menarik dukungannya dan berbalik memusuhi Ali. Kelompok ini kemudian disebut dengan Khawarij (orang-orang yang keluar). Dengan semboyan La Hukma Illa lillah (tidak ada hukum selain hukum Allah) mereka menganggap keputusan tidak bisa diperoleh melalui arbitrase melainkan dari Allah. Mereka melabelkan orang-orang yang terlibat arbitrase sebagai kafir karena telah melakukan “dosa besar” sehingga layak dibunuh([3]) .
Doktrin imamah ini dalam perkembangannya dijadikan oleh syiah sebagai keyakinan atau kepercayaan yang agung, sehingga dapat memberi kesan dan pengaruh besar dalam sistem pemerintahan dan kepimpinan, dan kajian-kajian aqidah dan teologi Islam, fiqih dan ushul fiqih, mu’amalah, tafsir dan hadis. Sehingga hampir semua ayat-ayat Alquran dan Hadis Rasulullah saw yang berkaitan dengan kepimpinan, perwalian, penghakiman dan sebgainya, mereka masukkan nilai-nilai imamah ke dalamnya dan ditafsirkan sebagai konsep Imamah.
Hal ini menandakan bahwa persoalan teologis dalam Islam berawal dari masalah politik, sehingga memberikan pengaruh dan kesan besar terhadap perpecahan umat Islam, bahkan dapat mempengaruhi tatanan kehidupan sosial masyarakat. Dan terkadang masyarakat itu sendiri ikut langsung terlibat di dalam ranah politik, sehingga berbagai kalangan dan tingkatan sosial di masyarakat bersaing untuk menjadikan pilihan politiknya berkuasa. Dengan demikian, permasalahan awal antara Sunni dan Syiah sebenarnya bersumber pada sejarah masa lalu yang sangat bersifat politis, bukan dari segi teologi Islam.
Saat ini kelanjutan dari konsep imamah dikenal dengan “Wilayah al-Faqih” adalah konsep terbaru dari golongan Syiah Imamiyah di Iran, sebagai al­ternatif dari Imam al-Gha’ibah, akibat se­rangan-serangan yang dilancarkan kepada mereka. Sebab salah satu ajaran asas dalam Syiah adalah meng­akui adanya Imam pada setiap masa, yang tugasnya memecahkan segala persoalan umat. Namun karena imam tersebut tidak muncul juga, maka dimunculkanlah sistem “wilayah al-Faqih”.
Berkaitan dengan teori Wilayah al-Faqih ini, sebenarnya syiah Imamiyah sendiri berbeda pendapat tentang kewujudannya. Dalam artian sebagian ulama syiah tidak mengakui keabsahan teori tersebut, seperti shekh Murtaza al-Ansori dan syekh al-Sayyid al-Khuu’i, kedua ulama syiah ini terkenal menantang dan mengingkari Wilayah al-Faqih, justeru mereka sangat loyal menunggu kehadiran imam ghaib. Oleh kerana itu ada hal yang menarik dicermati bahwa sebenarnya penubuhan konsep tersebut secara tidak langsung merupakan bentuk kritikan terhadap konsep Imam al-Mahdi al-Muntazar yang tak muncul-muncul sampai saat ini. Sebab peranan Imam Ma’sum yang ghaib ini tidaklah mudah dan sangat esensial, iaitu: menegakkan hudud dan memungut zakat. Bahkan yang sangat bermasalah lagi kalau sebagian penganut pahaman syiah Imamiyah merasa tidak wajib melaksanakan shalat jumat karena ketidakhadiran imam al-Ghaib al-Muntazar. Jadi hal inilah yang dikhawatirkan oleh Imam Khumaini sehingga membela mati-matian konsep “wilayah al-Faqih” dalam berbagai buku karyanya, dan khususnya “al-Hukumah al-Islamiyah”.
Kedua: Aqidah
Adapun kemunculan syiah secara aqidah yang di kemudian hari dalam perkembangannya bernuansa ekstrim dan sesat, ditandai dengan penglibatan seseorang yang bernama Abdullah bin Saba’. Ia adalah seorang Yahudi berasal dari San’a Yaman yang datang ke Madinah kemudian berpura-pura setia kepada Islam pada masa akhir khilafah Utsman bin Affan. Padahal dialah yang sesungguhnya mempelopori kudeta berdarah dan melakukan pembunuhan kepada khalifah Utsman bin Affan. Dialah juga pencetus aliran aqidah Syiah yang kemudian berlebihan dalam mengkultuskan (memuliakan) Ali bin Abi Thalib.
Abdullah bin Saba’ mengenalkan ajarannya dari secara sembunyi hingga terang-terangan. Ia kemudian mengumpulkan orang ramai, mengumumkan bahwa kepemimpinan (imamah) sesudah Nabi Muhammad seharusnya jatuh ke tangan Ali bin Abi Thalib karena petunjuk Nabi saw.
Di antara isu-isu sesat dan menyesatkan yang disebarkan oleh Abdullah bin Saba’ untuk memecah belah Umat Islam pada saat itu antara lain:
  1. Bahwa Ali telah menerima wasiat sebagai pengganti Rasulullah saw.
  2. Imam harus dipangku oleh orang yang paling baik (Best of Man).
  3. Bahwa Abu Bakar, Umar dan Utsman. adalah orang-orang zhalim, karena telah merampas hak khilafah Ali setelah wafatnya Rasulullah saw. Umat Islam saat itu yang membai’at ketiga khilafah tersebut dinyatakan kafir.
  4. Bahwa Rasulullah saw akan kembali lagi ke dunia sebelum hari kiamat, sebagaimana kepercayaan akan kembalinya Nabi Isa as.
  5. Bahwa Ali adalah pencipta semua mahluk dan pemberi rezeki.
  6. Bahwa Ali tidak mati, melainkan tetap hidup di angkasa.
  7. Petir adalah suaranya ketika marah dan kilat adalah cemetinya. Bahwa ruh Al-Quds bereinkarnasi ke dalam diri para Imam Syiah .
  8. Dan lain-lain([4]) .
Dari sejumlah kesesatan ini, imam al Naubakhti, seorang ulama Syiah yang terkemuka di dalam bukunya  “Firaq Al Syiah” mengatakan bahwa imam Ali pernah hendak membunuh Abdullah bin Saba’ karena fitnah dan kebohongan yang disebarkannya. Yakni menganggap Ali sebagai tuhan dan mengaku dirinya sebagai nabi. Akan tetapi rencana ini tidak menjadi karena tidak ada yang setuju dengan tindakan ini. Lalu sebagai gantinya Abdullah bin Saba’ dibuang ke Mada’in, ibu kota Iran pada masa itu([5]) .
Dalam masa ini banyak pengikut syiah yang menganggap Ali sebagai Tuhan. Ketika mengetahui kemunculan sekte ini Ali membakar mereka dan membuat parit-parit di depan pintu masjid Bani Kandah untuk membakar mereka. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya, dari Ibnu Abbas ia mengatakan, “Suatu ketika Ali memerangi dan membakar orang-orang zindiq (Syiah yang menuhankan Ali). Andaikan aku yang melakukannya aku tidak akan membakar mereka karena Nabi pernah melarang penyiksaan sebagaimana siksaan Allah (dibakar), akan tetapi aku pasti akan memenggal batang leher mereka, karena Nabi bersabda:
مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ
“Barangsiapa yang mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah ia“. (HR Bukhari, no: 2794)
[1] Al-Zabidi, Taajul ‘Arus, 5/405. Al-Shekh al-Mufid, Awaail al-Maqaalat, 33. Al-Shahrastani, al-Milal wa al-Nihal, 166.
[2] Al-Majlisi, Biharul Anwar, 85/240.
[3] Lihat buku penulis, Nash’at al-Firaq wa Tafarruquha, 121, Lebanon-Beirut, Darul Kutub Ilmiah, 2011.
[4] Lihat rujukan berikut: Al- Naubakhti , Firaq Al Syiah, 44. Al Baghdadi, Al Farq Baina Al Firaq, 234. Marjuni, Kamal al-Din, al Fira al-Syi’iyyah wa Ushuluha al Siyaasiyyah. 7-9.
[5] Al- Naubakhti , Firaq Al Syiah, 41-42.


10 Aib Walid Bin Al-Mugirah yang Diabadikan dalam Alquran


Biang kehancuran Walid bin al-Mugirah antara lain:
  • Memiliki aib-aib kejiwaan yang dipicu oleh kebenciannya terhadap Islam dan Rasulnya Saw.
  • Tidak tahu seperti apa Allah membagi anugerah-Nya.
  • Karena tidak tahu, ia melihat dirinya lebih pantas menerima risalah kenabian dari Muhammad
  • Tidak belajar dari sejarah, setiap yang memusuhi nabi pasti hancur.
  • Tidak punya intropeksi diri. Dengan aib yang dibeberkan Alquran sepatutnya dia mengimani Alquran, namun itu pun tidak cukup untuk menyadarkannya.
  • Terfitnah dengan dunia dan isinya. Karena dianugerahi ini dan itu, ia pun merasa punya segala-galanya.
  • Mendustai kata hatinya yang membenarkan Alquran. Untaian katanya yang begitu indah dalam menyifati Alquran bukti nyata dalam hal ini.
Seperti para antagonis lain yang memusuhi Islam, kehancuran Walid bin al-Mugirah direkod Alquran dengan begitu apik dan berkesan. Ayat-ayat Walid menjadi bagian terpenting dari peran antagonis yang dilakoni para musuh Islam. Kelompok ayat tersebut saling melengkapi dalam menyuguhkan pemaknaan yang berkelas tinggi di sejarah peperangan antara hak dan batil. Mereka pun di sisi lain telah mengisi dan mewarnai struktur sistematika Alquran.
“Seperti apakah posisi dan peranku dalam menyuguhkan makna-makna hidup yang dilakoni para antagonis? Apakah Anda mengenaliku dalam memaknai kebiadaban Walid, antagonis lain yang gesit memerangi Islam.” Seperti itu pertanyaan maknawi ayat-ayat Walid kepada Anda, wahai para pecinta sejarah kenabian versi Alquran.
Siapakah Walid bin al-Mugirah itu?[1]
Walid bin al-Mugirah ayah dari seorang sahabat yang pemberani, yang kepahlawanannya terukir dengan tinta emas sejarah Islam. Dialah Khalid bin al-Walid.
Seperti para rival Islam, Walid salah satu pemimpin Quraisy yang didengar dan dituakan. Dia orang terkaya Quraisy dan terekod sebagai orang yang memberi kontribusi banyak dalam pembangunan Ka’bah di saat direnovasi.
Kedermawanannya dapat acungan jempol, khususnya di musim haji. Seperti yang dikisahkan, ia menyembeli 10 binatang kurban setiap harinya selama 40 hari untuk jemaah haji.
Di samping itu, ia memiliki kafilah dagang yang berjumlah 100 unta di setiap perjalanan. Mereka memasuki kota Mekah bukan dari satu pintu, tetapi dari pintu-pintu yang berlainan, namun semuanya tiba pada waktu yang sama.
Seperti apakah kebiadaban Walid bin al-Mugirah yang direkod Alquran?
Layar kehidupan Walid menayangkan perjalanan hidup yang dipenuhi dengan kebencian dan permusuhan terhadap Islam. di antara episode-episode kehidupan tersebut:
  1. Episode klaim sihir terhadap Alquran:[2]
Di episode ini, Walid bin al-Mugirah mendengar Rasulullah Saw sedang membaca Q.S. Ghafir 40: 1-3:
﴿ حم ﴿١﴾ تَنزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ ﴿٢﴾ غَافِرِ الذَّنبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيدِ الْعِقَابِ ذِي الطَّوْلِ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ إِلَيْهِ الْمَصِيرُ ﴿٣﴾.
Mendengar ini, hati Walid tersentuh dan terpesona dengan keindahan dan kekuatan makna Alquran. Karena ruh sastra yang mengalir kuat dalam dirinya, ia pun tidak dapat menepis ruh maknawi Alquran yang mampu mencairkan kebekuan hati meski sekeras batu gunung.
Ya, karena raut muka tidak bisa menyembunyikan desir-desir hati, perubahan dirinya ini tercium oleh orang-orang kafir.
Tahu hal ini, Abu Jahal tidak berpangku tangan. Dengan cepat dia mendatangi Walid.
“Wahai pamanku, kaummu siap menderma harta mereka untuk dihadiahkan secara khusus untukmu. Mereka minta supaya engkau menghindari Muhammad dan jangan lagi mendatanginya dengan alasan apa pun.” Bujuk Abu Jahal.
“Ada apa dengan rayuanmu ini? Bukankah saya yang paling terkaya di antara kalian. Untuk apa harta itu?” Tepis Walid.
“Oh, jika seperti itu, hendaknya engkau melontarkan wacana yang meragukan Alquran dan Muhammad yang kemudian didengarkan sendiri oleh kaummu.” Pinta Abu Jahal.
“Entah apa yang dapat aku katakan. Demi Allah, tidak ada di antara kalian yang dapat menandingiku dalam sastra.” Tegasnya.
“Demi Allah, Alquran begitu manis menyentuh dan mengisi ruang-ruang hati ini dengan hakikat-hakikat makna yang tidak mungkin terpatahkan.
Sastranya berkualitas tinggi dan berperadaban. Makna-maknanya merangkumi semua aspek kehidupan.
Gema-gema peradabannya yang islami membuahkan hasil yang tidak dapat dipungkiri. Sungguh beruntung bagi siapa saja yang mengikutinya dan memetik hikmah kehidupan darinya.
Sastranya yang estetis dan indah tidak mungkin ditandingi siapapun. Siapa yang ingin menandinginya akan jatuh tersungkur di lubang kehancuran yang digalinya sendiri. Semuanya menengok dan terkesima dengan suguhan-suguhan maknanya yang berkelas. Pastinya, dia di atas semua jenis karya sastra.” Ucapnya dengan penuh pemaknaan yang teks Arabnya seperti berikut:
وَاللَّهِ إِنَّ لِقَوْلِهِ الَّذِي يَقُولُ حَلَاوَةً
وَإِنَّ عَلَيْهِ لَطَلَاوَةً
وَإِنَّهُ لَمُثْمِرٌ أَعْلَاهُ، مُغْدِقٌ أَسْفَلُهُ
وَإِنَّهُ لَيَعْلُو وَمَا يُعْلَى
Inilah ucapan terindah yang pernah diucapkan oleh seorang rival Islam yang memusuhi Alquran. Saksi hidup yang setiap saat memenangkan Alquran. Kesaksian yang lahir dari hati jujur orang yang punya tingkat kemahiran dalam mengukir kata-kata puitis yang berbobot yang mendapat acungan jempol para pecinta sastra.
Mendengar ini, Abu Jahal terbirit-birit mencari pamannya.
“Pamanku mengislamkan diri, mungkinkah? Semoga tidak.” Monolog maknawi Abu Jahal yang kalang kabut mencari pamannya.
“Wahai pamanku. Ini musibah besar. Sesungguhnya kaummu tidak akan pernah meridaimu kecuali engkau mengatakan sesuatu yang menghina Alquran.” Kata Abu Jahal mengiba.
“Oh, seperti itukah? Beri aku tenggang waktu untuk memikirkan hal ini.” Pinta Walid.
“Hmm, Alquran ini tidak lain kecuali sihir yang dipelajari Muhammad dari orang lain.” Bantahnya.
Mendengar ini, semua entitas kehidupan tidak rela Alquran dimaki seperti ini. Seperti Rasulullah Saw yang sedang dirundung kesedihan, mereka pun siap menjadi bala tentara Allah untuk memenangkan dirinya dan Alquran. Mereka seperti bermunajat meminta penurunan wahyu untuk merekod kekejian ucapan ini dan memenangkan Alquran pada waktu yang sama. Q.S. Al-Muddatssir 74: 11-30 pun turun menyambut permintaan ini.[3]
﴿ ذَرْنِي وَمَنْ خَلَقْتُ وَحِيدًا ﴿١١﴾ وَجَعَلْتُ لَهُ مَالًا مَّمْدُودًا ﴿١٢﴾ وَبَنِينَ شُهُودًا ﴿١٣﴾ وَمَهَّدتُّ لَهُ تَمْهِيدًا ﴿١٤﴾ ثُمَّ يَطْمَعُ أَنْ أَزِيدَ ﴿١٥﴾ كَلَّا ۖ إِنَّهُ كَانَ لِآيَاتِنَا عَنِيدًا ﴿١٦﴾ سَأُرْهِقُهُ صَعُودًا ﴿١٧﴾ إِنَّهُ فَكَّرَ وَقَدَّرَ ﴿١٨﴾ فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ ﴿١٩﴾ ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ ﴿٢٠﴾ ثُمَّ نَظَرَ ﴿٢١﴾ ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَ ﴿٢٢﴾ ثُمَّ أَدْبَرَ وَاسْتَكْبَرَ ﴿٢٣﴾ فَقَالَ إِنْ هَٰذَا إِلَّا سِحْرٌ يُؤْثَرُ ﴿٢٤﴾ إِنْ هَٰذَا إِلَّا قَوْلُ الْبَشَرِ ﴿٢٥﴾ سَأُصْلِيهِ سَقَرَ ﴿٢٦﴾ وَمَا أَدْرَاكَ مَا سَقَرُ ﴿٢٧﴾ لَا تُبْقِي وَلَا تَذَرُ ﴿٢٨﴾ لَوَّاحَةٌ لِّلْبَشَرِ ﴿٢٩﴾ عَلَيْهَا تِسْعَةَ عَشَرَ ﴿٣٠﴾.
Di sini, penulis mengajak para pecinta keindahan bahasa Alquran untuk menikmati hidangan makna kelompok ayat di atas dalam merespon kebiadaban Walid tersebut.
Penggalan pertama kelompok ayat di atas begitu dahsyat menyuarakan kehancuran Walid bin al-Mugirah.
“Wahai Muhammad. Biar aku sendiri yang menangani si Walid ini. Bukankah aku yang menciptakannya seorang diri dalam kandungan ibunya, tidak punya daya dan lahir dalam kepapaan. Kini, dia begitu congkak mengingkari Alquran. Lihat saja nantinya, azab kebinasaan menantinya.” Ancam Alquran.
Ya, ayat ini meruntuhkan seluruh sifat keistimewaan yang disandang Walid. Di zaman jahiliah dan Islam dia menyandang gelar “al-Wahid” yang artinya, “seorang diri, tanpa tanding” dan “Raihanah Quraisy” yang artinya, “yang mengharumkan nama bangsa Quraisy.” Itu karena kemurahan, keberanian, kekayaan dan kehormatan Walid yang tidak tersaingi.
Menurut riwayat, dia memiliki kebun di Taif yang senantiasa berbuah sepanjang tahun, tidak mengenal musim kemarau atau hujan. Hartanya melimpah ruah di Taif dan Mekah.
Namun dengan ayat ini, semuanya runtuh dan hancur secara maknawi meski secara kasat mata masih menghiasi kesombongan dirinya. Cepat atau lambat semuanya pasti berakhir.
Ayat ini seperti berkata, “sekarang, kau bukan lagi “al-Wahid”. Hidup dan matimu ada di tangan-Ku. Jika sebelumnya aku mengaruniamu keturunan yang banyak dan harta yang berlimpah, kini, lebih mudah lagi bagi-Ku menelantarkan dirimu dengan mencabut semua nikmat-nikmat itu. Bukankah engkau tercipta dari ketiadaan? Dengan dasar apa engkau menyombongkan diri?” Hujatnya.
Ya, dalam keadaan kufur seperti ini, ia masih meminta luapan rezeki. Sungguh tidak tahu diri.
Kerakusan tersebut tidak dikabulkan Alquran, bahkan ia menyuarakan kepastian dari kehancuran dirinya.
﴿ ثُمَّ يَطْمَعُ أَنْ أَزِيدَ ﴿١٥﴾ كَلَّا ۖ إِنَّهُ كَانَ لِآيَاتِنَا عَنِيدًا ﴿١٦﴾ سَأُرْهِقُهُ صَعُودًا ﴿١٧﴾.
“Bagaimana mungkin dikabulkan? Yang telah ada saja belum disyukuri, bagaimana jika ditambah? Tentunya kekufurannya makin menumpuk. Olehnya itu, dia pun menemukan perkara sulit yang tidak mungkin terpecahkan. Kehancuran yang membelenggu dirinya dalam penyiksaan yang tidak kunjung berakhir.” Gema maknawi Alquran.
Ya, di saat orang-orang kafir sepakat meredam gema dakwah Islam yang kian hari membesar dan tidak terbendung, mereka mendatangi Walid untuk meminta solusi terbaik dan tercepat.
Karena dikenal cerdik, ia mulai memeras otaknya memikirkan solusi yang cemerlang. Berulang kali dia memikirkan segala kemungkinan. Semuanya hadir menghiasi ilusinya, namun kata, “sihir, yah Muhammad itu penyihir dan Alqurannya adalah mantra-mantra belaka,” yang diprediksikan dapat diterima dan dipastikan menjadi senjata pamungkas dalam meragukan Alquran.
Karena merasa puas dapat jawaban, ia membelakangi kebenaran kata hatinya yang dahulunya menyifati Alquran dengan penyifatan yang berkelas adabi tinggi dengan muka masam yang menyiratkan seribu satu masalah.
Semua proses ini direkod Alquran dengan bahasa yang membuka ruang-ruang penafsiran untuk memaknai kebiadaban Walid.
﴿ إِنَّهُ فَكَّرَ وَقَدَّرَ ﴿١٨﴾ فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ ﴿١٩﴾ ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ ﴿٢٠﴾ ثُمَّ نَظَرَ ﴿٢١﴾ ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَ ﴿٢٢﴾ ثُمَّ أَدْبَرَ وَاسْتَكْبَرَ ﴿٢٣﴾ فَقَالَ إِنْ هَٰذَا إِلَّا سِحْرٌ يُؤْثَرُ ﴿٢٤﴾ إِنْ هَٰذَا إِلَّا قَوْلُ الْبَشَرِ ﴿٢٥﴾.
“Ya, seperti dia memeras otaknya dalam menghabisi Islam, ia akan dihabisi Allah. Karena dengan hasrat yang membuta menghancurkan Islam, riwayat hidupnya pun dipastikan tamat dengan cara apa saja yang dikehendaki Allah.” Dentuman keras ancaman Alquran.
Ya, neraka Saqar siap menelan dan melahap dirinya.
“Apakah neraka Saqar itu? Neraka yang menguliti kulit dan mengangkat kulit kepala. Tidak ada yang tersisa; kulit, tulang, daging dan darahnya, semuanya hancur tidak tersisa.” Dialog ayat-ayat neraka Saqar yang membuat ngeri para pendusta kenabian.
Dia seperti berkata, “kami ini neraka Saqar. Kami ini dinamai Saqar karena ini dan itu. Seperti itulah kami yang disebut khusus untuk Walid dan siapa saja yang melakoni perannya di kemudian hari.” Siratan maknawi ayat-ayat neraka Saqar.
  1. Episode tawar menawar akidah:
Di episode ini, Walid bin al-Mugirah, al-Ash bin Wail, al-Aswad bin Abdul Muttalib dan Umayyah bin Khalaf menemui Rasulullah Saw untuk menawarkan proposisi.
“Muhammad, mari kita menyembah apa yang kamu sembah dan engkau menyembah apa yang sedang kami sembah. Jika apa yang ada di tangan Anda lebih baik dari yang kami punya, kami pun dapat bagian dari kebaikan itu. Sebaliknya, jika apa yang ada di tangan kami lebih baik dari apa yang engkau punya, Anda pun mendapat bagian dari kebaikan itu.” Bujuk mereka dengan tawaran yang masuk akal.[4]
Karena menyalahi hakikat ketuhanan, mereka pun dibungkam seribu bahasa oleh Q.S. Al-Kafirun 109: 1-6
﴿ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ ﴿١﴾ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ﴿٢﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٣﴾ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ ﴿٤﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٥﴾ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾.
Ya, tidak ada istilah tawar menawar dalam akidah. Yang hak pastinya hak, yang batil tentunya batil. Akidah ketuhanan tidak mengenal dualisme keyakinan yang mewarnai penghambaan seseorang, kecuali itu di agama lain yang merupakan hasil kreativitas imajinasi cemerlang manusia.
Kelompok ayat di atas seperti berpesan, “wahai umat Muhammad, cukuplah tawar menawar akidah ini sekali dalam umur dunia. Karena kelompok ayat di atas jatuh telak di atas kepala para pembesar Quraisy, yang lainnya pun dipastikan tidak berani mengangkat kepala. Bukan hanya hari ini, di hari kemudian pun tidak akan ada yang berani menawarkan proposisi bodoh sejenis ini kecuali yang tidak mengetahui sejarah kenabian.”
  1. Episode kemuliaan yang dirindukan:[5]
Episode Alquran kali ini merekod jelas perbincangan akrab di antara orang-orang Quraisy yang merindukan kemuliaan.
Ya, bukan karena Alquran itu kalam Allah sehingga ia dibenci, namun karena ia diturunkan kepada Muhammad dan bukan kepada mereka. Olehnya itu mereka berkata, “andai saja Alquran ini benar dan bukan sihir, tentunya bukan kepada Muhammad diturunkan, tetapi kepada salah seorang di kedua kota besar ini.” Mimpi mereka.
Kedua kota besar tersebut adalah Mekah dan Taif bagi mayoritas mufassir, namun lelaki yang dimaksud tersebut menemui banyak penafsiran, di antaranya: Walid sendiri dan Utbah bin Rabiah dari Mekah.
Hematnya, karena Alquran tidak menyebut nama, penyifatannya pun terbuka bagi siapa yang pernah bermimpi seperti itu.
Di sini, Mereka melihat mulia dirinya dari Muhammad, sementara itu kemuliaan anugerah ilahi. Olehnya itu Q.S. Az-Zukhruf 43: 31-32 merekod hidup kebodohan ganda mereka sepanjang hayat:
﴿ وَقَالُوا لَوْلَا نُزِّلَ هَٰذَا الْقُرْآنُ عَلَىٰ رَجُلٍ مِّنَ الْقَرْيَتَيْنِ عَظِيمٍ ﴿٣١﴾ أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ ۚ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُم بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗ وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ ﴿٣٢﴾.

Di manakah 10 aib Walid bin al-Mugirah yang dibeberkan Alquran?
Satu sosok tetapi memiliki banyak aib, itulah Walid. Satu aib yang dimilikinya seperti satu sosok Walid dengan sendirinya. Orang kadang dikenal dengan satu aib, tetapi Walid kali ini beda. Dia mengumpulkan banyak aib. Inilah sepuluh aibnya:
  • Suka bersumpah atas nama hak dan batil demi menutupi kebenaran Islam.
  • Hina di mata Alquran.
  • Suka mencela.
  • Penyulut fitnah.
  • Pencegah kebaikan
  • Penganiaya yang melampaui batas
  • Banyak dosa.
  • Kasar dan kikir.
  • Nasabnya tidak jelas, lahir sebagai anak zina.
  • Kaya raya, punya harta melimpah ruah dan banyak anak.
Olehnya itu, Ibn Abbas berkata, “tidak ada yang disifati dengan aib-aib seperti ini kecuali Walid bin al-Mugirah. Aib yang menjangkitinya sepanjang hayat.”[6]
Semua sifat di atas terabadikan dalam kelompok ayat berikut di Q.S. Al-Qalam 68: 10-16
﴿ وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَّهِينٍ ﴿١٠﴾ هَمَّازٍ مَّشَّاءٍ بِنَمِيمٍ ﴿١١﴾ مَّنَّاعٍ لِّلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ ﴿١٢﴾ عُتُلٍّ بَعْدَ ذَٰلِكَ زَنِيمٍ ﴿١٣﴾ أَن كَانَ ذَا مَالٍ وَبَنِينَ ﴿١٤﴾ إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ ﴿١٥﴾ سَنَسِمُهُ عَلَى الْخُرْطُومِ ﴿١٦﴾.
Mendengar kelompok ayat ini, Walid naik pitam. Dengan menghunus pedangnya, dia mendatangi ibunya, “Muhammad menyifatiku dengan sepuluh sifat. Hanya sembilan sifat yang saya temukan dalam diriku. Yang satunya “zanim, زَنِيمٍ”, tidak aku ketahui artinya. Mohon jelaskan maknanya, atau pedang ini terpaksa menebas lehermu.” Ancamnya ingin tahu.
“Bapakmu kaya raya, namun lemah syahwat (impoten). Takut hartanya tidak ada yang warisi, saya pun terpaksa minta digauli oleh seorang pengembala. Engkau anak si pengembala itu.” Jelasnya dengan jujur.
Oh, selama ini dia tidak tahu jati dirinya yang sebenarnya sebagai anak zina hingga turunnya ayat ini. Tentunya, aib ini sangat memilukan, entah seperti apa raut muka Walid pada saat itu. Jika aib-aib lain masih dapat dipikul meskipun berat, tetapi yang satu ini, muka entah ditutup dengan apa sehingga rasa malunya tertutupi.
Ya, benar sekali komentar Ibn Abbas di atas, penyifatan tunggal Alquran ini terhadap Walid sekali seumur dunia. Besar harapan dari keislaman dirinya setelah dihantam oleh penyifatan Alquran yang tidak pernah salah dalam membidik sasarannya meski ia berlindung di balik tujuh gunung menjulang yang berlapis-lapis, namun semua itu berlalu begitu saja.
Karena ditakdirkan sengsara oleh pilihannya sendiri, ia pun bertambah bengis dan menutup pintu-pintu Islam dari kesepuluh anaknya.
“Tidak ada warisan bagi yang mengikuti agama Muhammad.” Ancamnya.
Meskipun demikian, di antara anak-anaknya ada yang mengislamkan diri setelah kematian ayah mereka seperti Khalid bin al-Walid.
Karena aib-aib Walid ini dipicu oleh kebenciannya terhadap Islam, ia pun hidup dengan cacat ganda; cacat kejiwaan dan cacat fisik yang menandai hidungnya yang terpotong di perang Badar.
Ini yang kemudian disifati Q.S Al-Qalam: 68: 16
﴿ سَنَسِمُهُ عَلَى الْخُرْطُومِ ﴿١٦﴾.
Yang menarik di sini, penyifatan hidungnya dengan “khurtum, خُرْطُوْم, sementara kata ini khusus dipakai untuk hidung babi dan sejenisnya.
Apakah ada kehinaan yang melebihi kehinaan ini? Subhanallah yang memenangkan Alquran dan Rasul-Nya Saw di pelbagai titik estetika Alquran yang begitu akurat dalam memilih kata untuk sebuah makna yang kadang tidak disadari.
Di penghujung tulisan ini, saya mengajak pemerhati ayat-ayat Walid bin al-Mugirah menyuarakan percikan-percikan makna kelompok ayat tersebut:
  • Bukan hanya kelompok ayat ini yang membidik Walid bin al-Mugirah, namun setiap ayat Alquran yang merekod kebiadaban orang-orang kafir.
  • Setiap kali Alquran menyifati kebiadaban orang-orang kafir, setiap kali itu juga Alquran dan Rasulnya Saw dimenangkan.
  • Allah memenangkan Rasul-Nya dengan cara yang luar biasa, di luar dari dugaan manusia. Setiap kali hati menemukan sisi pemenangan Rasulullah Saw dari sistematika struktur Alquran yang ada, setiap kali itu juga hati begitu kuat merasakan sentuhan lembut kudrat Allah yang tidak bertepi.
  • Hikmah terbeberkan di saat hati tersentuh oleh pemaknaan Alquran yang begitu lembut menuntun tangan untuk menemukan muara makna yang menyemburkan sejuta hikmah kehidupan.
  • Setiap antagonis Islam yang disifati Alquran pasti punya penyakit kejiwaan, tetapi Walid bin al-Mugirah penyandang aib-aib kejiwaan yang paling terpuruk.
  • Semuanya tidak berarti tanpa iman, meski Anda memiliki dunia dan isinya di kasat mata. Tanpa iman, tangan Anda pada hakikatnya kosong tak berisi.
  • Alquran kitab sejarah terbesar. Namun untuk memeras muatan sejarahnya, Anda memerlukan banyak alat bantu.
  • Sumber kemenangan terbesar Rasulullah Saw adalah Alquran. Mukjizat fisik yang memenangkan Rasulullah Saw terkait oleh waktu dan tempat, tetapi Alquran di luar dari lingkup waktu dan tempat.
[1]      Siyar A’lâm an-Nubalâ. Vol. 1. Hlm. 64, al-A’lâm. Vol. 8. Hlm. 122
[2]      Tafsir al-Bagawi. Vol. 5. Hlm. 176
[3]      Disahkan oleh al-Hakim dan diriwayatkan pula oleh Ibn Jarir dan Ibn Abi Hatim dari Ibn Abbas.
[4]      Tafsir at-Tabari, vol. 24, hlm. 703
[5]      Ibid, vol. 20, hlm. 580
[6]      Tafsir al-Jalalain, vol. 1, hlm. 758